Oleh : Sya'roni Imam
Tak seperti biasanya. Dudu hampir 2 minggu ini terlihat murung. Tak ada semangat dan gairah hidup yang terpancar di wajahnya. Prof. Yo mendepaknya dari laboratorium karena terlambat datang 5 menit setelah praktikum dimulai. Bukan cuma nilai yang akan dipotong, tapi uang bulanan juga harus direlakannya dengan cuma-cuma. Seratus ribu melayang!
Tak seperti biasanya. Dudu hampir 2 minggu ini terlihat murung. Tak ada semangat dan gairah hidup yang terpancar di wajahnya. Prof. Yo mendepaknya dari laboratorium karena terlambat datang 5 menit setelah praktikum dimulai. Bukan cuma nilai yang akan dipotong, tapi uang bulanan juga harus direlakannya dengan cuma-cuma. Seratus ribu melayang!
“hehehe...sudahlah Dudu. uang
seratus ribu itu mudah dicari. Uang tersebut dari mahasiswa, untuk asisten, dan
pada dosen, ” sindir Prof. Yo.
“Lho... tidak bisa begitu Prof.
Itu artinya manis di situ, pahit di sini, ” gugat Dudu.
“Tenang dulu Dudu, semua ini demi
kebaikan dan kepentingan mahasiswa.”
“Kebaikan dari mana? Aku jadi
takut malahan. Sampai-sampai ngerjain laporan waktu sedang kuliah. Kuliahku, ya laporanku itu. tak mendapat
ilmu!”
Prof. Yo terdiam, sorot matanya
terlihat nanar.
“Sebentar lagi UAS (Ujian Akhir
Semester) dimulai, tapi Aku tak punya catatan. Tak punya buku. Bagaimana Aku
bisa belajar Prof.?”
Prof. Yo tetap diam, sorot
matanya makin tampak nanar.
“Salah kamu sendiri sih, kuliah
menggunakan metode 5 senti,” jawabnya mencoba bersikap bijaksana.
“Hmm... maksud Profesor dengan 5
senti apa? mbok ya, diterangin dulu
Prof”
Seperti namanya, Yo, Profesor satu ini bisa memikirkan segala hal
yang tak dipikirkan orang lain.
yo bisa meneliti, yo bisa
mengajar, menari pun yo iso.
“Kuliah 5 senti itu, hanya bisa
mikir, tak bisa ngomong. Cuma jarkoni, bisa berujar tak bisa melakoni. Harusnya
itu kuliah 2 meter.”
“Nah, apalagi itu 2 meter?”
“Pintar bukan hanya berpikir
saja, tetapi juga menjalankan apa yang dipikirkan. Otak, kaki, tangan, mulut,
sama-sama dikuliahkan, dan sama-sama harus bekerja.”
“Aduuuh..konkritnya gimana itu?”
“Begini, supaya senang menjalani
kuliah, kamu harus mencintainya dahulu. Seperti halnya reaksi kimia yang takluk
terhadap katalis yang tepat. ”
“Hebat! terus katalis buat ku apa
Prof?”
“Kamu sukanya terhadap apa? atau
siapa?”
Ahaaa... tiba-tiba sekeliling
kepala Dudu diterangi ide gila yang menyala-nyala. Dalam bayangannya, muncullah
sesosok gadis bernama Riva.
“Prof, Dudu pamit dulu ya.”
“Heee... mau kemana? penjelasanku
belum selesai.”
“Dilanjutin ntar saja Prof, mau
menemui katalis-ku, si Riva.
“Huuh... dasar si Dudu, mahasiswa
kuliah 5 senti!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar